Jembatan Kurikulum Merdeka: Peran Guru Kimia dalam Memilih Materi Esensial
Kurikulum Merdeka memberikan otonomi yang lebih besar kepada guru untuk menentukan kedalaman dan keluasan materi ajar. Peran guru kimia sangat krusial sebagai Jembatan Kurikulum yang menghubungkan capaian pembelajaran dengan kebutuhan nyata siswa. Tugas utama guru adalah menyaring materi esensial—konsep fundamental yang harus dikuasai siswa—dan membuang materi pelengkap yang terlalu padat dan kurang relevan dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka.
Materi esensial dalam kimia harus mencakup konsep inti seperti struktur atom, ikatan kimia, dan stoikiometri dasar. Konsep-konsep ini membentuk fondasi bagi pemahaman ilmu kimia lebih lanjut. Guru perlu fokus pada penguasaan mendalam atas prinsip-prinsip ini. Dengan menguasai dasar, siswa akan lebih mudah membangun pemahaman Beyond Reaksi dan aplikasi yang lebih kompleks di masa depan.
Guru berfungsi sebagai Jembatan Kurikulum dengan mengaitkan materi esensial ini dengan konteks lokal dan isu-isu kontemporer. Misalnya, konsep elektrokimia dapat diajarkan melalui studi tentang baterai handphone atau korosi jembatan di daerah setempat. Pendekatan kontekstual ini tidak hanya membuat kimia lebih menarik, tetapi juga menumbuhkan nalar kritis siswa terhadap masalah lingkungan dan teknologi di sekitar mereka.
Proses pemilihan materi esensial di bawah Jembatan Kurikulum Merdeka harus melibatkan asesmen diagnostik awal. Guru harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan awal siswa sebelum semester dimulai. Data ini digunakan untuk memetakan kesenjangan pengetahuan dan menyesuaikan kedalaman materi. Hal ini memastikan alokasi waktu pengajaran yang efektif, hanya fokus pada area yang memang membutuhkan penguatan intensif.
Otonomi ini memungkinkan guru untuk mendesain pembelajaran yang fleksibel. Sebagai Jembatan Kurikulum, guru dapat menggunakan berbagai metode—mulai dari eksperimen berbasis inkuiri hingga proyek berbasis masalah (project-based learning). Proyek ini dapat mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan kimia mereka, misalnya dalam membuat sabun atau meneliti kualitas air, mengubah teori menjadi praktik.
Kurikulum Merdeka juga mendorong integrasi interdisipliner. Guru kimia dapat bekerja sama dengan guru biologi atau fisika untuk membahas topik seperti biokimia atau termodinamika secara holistik. Kolaborasi ini menunjukkan kepada siswa bahwa ilmu pengetahuan tidak terkotak-kotak, melainkan saling terkait dalam menjelaskan fenomena alam yang kompleks.
Evaluasi juga harus fleksibel. Asesmen formatif yang berkelanjutan lebih diutamakan daripada tes sumatif akhir semester. Tujuannya adalah mengukur pemahaman mendalam dan kemampuan aplikasi, bukan sekadar daya ingat. Feedback yang diberikan harus konstruktif, membantu siswa mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahannya secara mandiri.
Kesimpulannya, dalam implementasi Kurikulum Merdeka, peran guru kimia adalah sentral. Dengan bijak memilih dan mengaitkan materi esensial dengan kehidupan nyata, guru bertindak sebagai Jembatan Kurikulum yang memastikan pembelajaran kimia tidak hanya teoritis, tetapi juga relevan, aplikatif, dan mampu menumbuhkan generasi yang berpikir kritis dan solutif.
